Sektor jasa konstruksi tengah mengalami ‘darurat insinyur’.
Banyak kontraktor dan konsultan yang menangani proyek pemerintah
mengaku kesulitan mendapatkan tenaga ahli konstruksi yang andal dan
berpengalaman.
“Billing rate (imbalan) yang ditetapkan pemerintah terhadap
seorang insinyur terlalu rendah. Ini membuat peluang kerja di sektor
konstruksi menjadi kurang menarik,” kata Ikatan Nasional Konsultan
Indonesia (Inkindo) DKI Jakarta, Peter Frans.
Ditambah lagi seorang insinyur yang bekerja sebagai
konsultan tidak dibolehkan bekerja dalam 2 proyek sekaligus. Padahal
kerja seorang konsultan merupakan aktifitas intelektual yang bila
menyelesaikan dua proyek sekaligus bisa berhasil dengan baik tanpa
mengganggu satu proyek atas proyek lainnya.
“Saat ini bila ada temuan BPKP bahwa ada seorang konsultan mengerjakan dua proyek sekaligus maka gaji yang boleh diterima hanya dari satu proyek saja. Sementara gaji proyek lainnya harus dikembalikan,” tambah Peter.
Kondisi semacam ini membuat situasi menjadi sangat dilematis. Sebab
volume proyek yang ada sangat tidak seimbang dengan tenaga ahli yang
tersedia dimana jumlah insinyur yang dibutuhkan saat ini hanya tersedia
sepertiga dari kebutuhan.
“Jika tenaga ahli konstruksi kita tidak mencukupi tetapi
tenaga ahli yang ada tidak boleh bekerja rangkap, lantas sisa pekerjaan
yang ada siapa yang akan mengerjakan? Apa harus kita serahkan kepada
tenaga kerja asing?” tanya Peter.
Peter mengaku tidak heran jika saat ini banyak anak muda
yang berotak brilian enggan bekerja di sektor. Padahal pemerintah tengah
giat-giatnya menggenjot pembangunan infrstruktur untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
“Sekarang tenaga insinyur yang masih mau terjun ke sektor
konstruksi tinggal yang KW3 dan KW5. Insinyur yang bagus-bagus sudah
lari ke sektor lain seperti perbankan atau bekerja di luar negeri,” kata
Peter.
Dia berharap pemerintah tidak tinggal diam. Persoalan ini
harus segera dibenahi jika tidak ingin sektor jasa konstruksi ‘tergilas’
di era pasar bebas ASEAN yang tidak bisa lagi dihindari.
Ada sejumlah peraturan yang perlu direvisi. Diantaranya
adanya kelonggaran aturan untuk membolehkan adanya pekerjaan rangkap
untuk jenis pekerjaan tertentu.
“Memang tetap ada pekerjaan yang tidak boleh dirangkap
seperti pengawas proyek. Tapi untuk seorang konsultan bisa saja
mengerjakan dua proyek yang hasilnya sama-sama baik.”
Dengan dibolehkan adanya pekerjaan rangkap di sektor
konstruksi Peter berharap kekurangan tenaga ahli bisa diatasi. Apalagi
banyak dosen di perguruan tinggi yang memiliki keahlian bagus bisa juga
ikut menyumbangkan keahliannya di luar kampus.
Selain itu pemerintah juga harus menaikan billing rate saat
ini yang nilainya dianggap terlalu rendah. Dengan rendahnya imbalan
yang diterima di sector jasa konstruksi seorang insinyur akan cenderung
beralih ke profesi lain jika ada kesempatan.
Sumber : poskotanews.com
0 komentar:
Posting Komentar